Maraknya kegiatan pengemis dan gelandangan yang berkeliaran di ruas jalan Kota Banjarmasin khususnya yang melibatkan anak dibawah umur membuat Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Banjarmasin mengambil tindakan.
Berdasarkan laporan masyarakat termasuk salah satunya dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjarmasin yang melaporkan adanya anak-anak yang meminta-minta di jalan termasuk mereka yang menggunakan kostum badut jalanan, DP3A Kota Banjarmasin mengadakan Rapat Koordinasi dengan Instansi yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penanganan pengemis dan anak jalanan, seperti Dinas Sosial Kota Banjarmasin, Satpol PP Kota Banjarmasin dan Perwakilan dari DP3A Kota Banjarmasin dari Bidang Pemenuhan Hak Anak (PHA), Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga (KHPK).
Dalam rapat yang dilaksanakan di Ruang Rapat DP3A Kota Banjarmasin pada Senin, 28 Juni 2021 tersebut, dipaparkan bahwa di lapangan sebenarnya Satpol PP telah sering menangani masalah pengemis dan anak jalanan ini dengan upaya penertiban, pendataan dan penitipan ke Rumah Singgah Khusus Pengemis dan Anak Jalanan. Namun kemudian muncul problematika selanjutnya, karena justru setelah penertiban, meraka biasanya akan Kembali lagi ke jalanan. Inti permasalahan anak peminta minta di jalan adalah karena “Ada Yang Memberi” sehingga perlu adanya keterlibatan seluruh elemen masyarakat.
Dalam rapat terdapat beberapa usulan yang muncul dalam upaya menangani masalah pengemis dan anak jalanan ini, seperti pendataan di 5 Kecamatan se-Kota Banjarmasin; penertiban dan pembinaan oleh SKPD terkait seperti Satpol PP, Dinas Sosial dan DP3A; lokalisasi pengemis di satu tempat tiap kecamatan; serta perlunya penyadaran masyarakat dalam penegakan perda.
Menurut perwakilan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Banjarmasin, upaya pencegahan berupa penjagaan selama 24 jam penuh memang tidak merata dikarenakan faktor jumlah anggota dan anggaran yang terbatas. Upaya penertiban, pendataan dan bimbingan sering dilakukan dengan menyasar masyarakat umum. Pun upaya lain yang dilakukan berupa pemasangan plang tentang Perda No.2 tahun 2014 tentang Penanganan gepeng yang bekerja sama dengan Dinas Sosial. Dalam Perda disebutkan bahwa yang memberi uang di jalanan akan di kenakan sanksi.
Selain faktor ekonomi, lanjut beliau, faktor utama yang melatarbelakangi problematika yang berlarut ini adalah mindset para pengemis dan anak jalanan yang akan selalu menuntun mereka kembali ke jalanan. Para pengemis dan anak jalanan juga menghafal jadwal patroli yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Banjarmasin sehingga kebanyakan mampu menghindari penertiban.
Ada beberapa solusi yang ditawarkan dalam rapat koordinasi ini, antara lain pelibatan RT sebagai alternatif dalam mengingatkan warganya untuk waspada dan menegur anak anak yang meminta-minta di jalan. Upaya pelibatan satuan Kepolisian dan penerapan sanksi tegas seperti di masa sebelum pandemi juga dipertimbangkan. Terakhir pembentukan tim yang melibatkan SKPD terkait seperti Perindag, Naker, Disdik, Kominfo, Dinsos, Pol PP, Kemenag dan DP3A dalam menangani permasalahan ini. Program obrolan anak yang melibatkan Forum Anak Kota Banjarmasin juga dicanangkan untuk kedepannya.
Salah satu arahan Presiden Republik Indonesia dalam Rakornas Kementria PPPA adalah menghilangkan Pekerja Anak. Peraturan telah mengatur tentang anak yang bekerja minimal sudah berumur lebih dari 15 tahun, dan waktu maksimal bekerjanya adalah 5 jam per hari.
(sy)