Meningkatnya angka perkawinan usia anak pada masa pandemi seperti sekarang ini menyebabkan Kalimantan Selatan merupakan salah satu wilayah dengan Provinsi dengan angka perkawinan usia anak yang tinggi. Hal tersebut salah satunya menjadikan DPPPA Banjarmasin harus melakukan penyuluhan terhadap anak-anak yang rentan. Sasaran target dari penyuluhan ini adalah siswa SMA yaitu SMAN 13 Banjarmasin dan SMAN 10 Banjarmasin. Penyuluhan ini dilaksanakan pada selasa, 27 April 2021 pada pukul 11:00-12:00 WITA melalui zoom oleh 22 orang dari masing-masing sekolah tersebut. Penyuluhan ini juga dihadiri oleh Kepala Bidang Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga (KHPK) DPPPA Banjarmasin yaitu Dra. Maria Sri Sulisetyaningsih, sebagai narasumber dari KHPK DPPPA Banjarmasin yaitu Istiqomah S.Psi, Rohana Akbar sebagai psikolog PUSPAGA dan sebagai moderator dari PUSPAGA yaitu Akhmad Maulani Erwanda.
Penyuluhan ini mengangkat 4 topik utama yaitu tentang remaja, tugas perkembangan remaja, perkawinan usia anak dan dampak perkawinan usia anak. Seperti yang dikatakan narasumber yaitu Istiqomah S.Psi (27/4), “memasuki usia remaja, anak-anak cenderung mengalami banyak perubahan dari bentuk fisik, pola pikir dan emosi yang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar”. Masa transisi anak ke remaja tersebut sangat rentan akan pola pikir dan kontrol emosi yang belum stabil. Karena pada usia tersebut anak mulai menunjukkan kebebasan berpendapat, mudah terpengaruh oleh teman dan lingkungan sekitar dan pengendalian emosi yang belum ada. Sehingga dengan kondisi ini banyak anak atau remaja yang terjebak dalam perkawinan usia anak. Perkawinan usia anak memiliki dampak dari segi kesehatan, psikologis, ekonomi dan pendidikan. “Dampak kesehatan diantaranya resiko kematian saat melahirkan, rendahnya kualitas gizi ibu dan anak, serta anak rentan mengalami stunting atau gagalnya pertumbuhan” (27/4) kata narasumber yang akrab disapa Isti ini. Dilanjutkan dengan stress, depresi, resiko KDRT dan hilangnya kepercayaan diri dari segi psikologis. Kemudian dari segi pendidikan kesempatan belajar terhambat, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, diri dan kesejahteraan anak. “Dari segi ekonomi seperti sulitnya mendapatkan pekerjaan yang stabil, pendapatan rendah mengakibatkan kesejahteraan keluarga yang rendah juga” kata narasumber.
Dampak yang diakibatkan oleh perkawinan usia anak dari berbagai bidang tersebut terlihat bahwa perkawinan usia anak harus dihentikan. Pentingnya memberikan pengetahuan dini kepada anak usia remaja yang sangat rentan emosi dan pola pikirnya tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Rohana (27/4) “perlunya persiapan kehidupan yang matang agar terciptanya kehidupan yang efektif dan efisien, kematangan pendidikan dan emosional, sehingga pernikahan lebih matang dan bisa mencetak generasi muda yang baik dan berkemajuan”. Dalam harapannya, Ibu Rohana mengatakan “semoga kita semua selalu dapat memberikan kontribusi ke masyarakat terutama generasi bangsa dan berani mengatakan TIDAK PADA PERKAWINAN USIA ANAK”.